BAB I
PENDAHULUAN
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah Swt mengutus para nabi dan
menurunkan syariat kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia
sepanjang sejarah. Sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai
ganti ajarah para nabi, mereka membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat
dan khayalan. Sementara dalam makalah ini menyinggung kedudukan
tinggi al-Quran sebagai pembenar kitab-kitab samawi atau terdahulu, juga menyebutnya
sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Al-Quran juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan
menyempurnakannya
Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas
tentang hal-hal yang berkaitan mulai dari asbabun nuzul ayat, penafsiran
kata-kata, dan penjelasan ayat dari beberapa pendapat para ulama.
Namun, kesempurnaan makalah ini penulis menyadari masih sangatlah jauh
dari kesempurnaan, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan
mendalaminya di kesempatan yang mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
بِسْمِ اللّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ
شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an)
kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara
kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki,
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-Maidah, (5): 48).[1]
1. Penafsiran Kata-Kata
Sulit
Pengurus
sesuatu yang berhak menjaga dan mengawasinya :
المهيمن على الشيء
Jalan ketempat air untuk
mengambilnya dari sungai atau lainnya, : الشرعة ج الشريعة
segala sesuatu yang masuk
dalam air itu disebut syara’iyah.
Dari kata-kata
ini, timbullah istilah Syari’at Islam, karena pemeluk-pemeluk Islam masuk
kedalamnya (syari’at itu).
2. Asbabun Nuzul
Dalam beberapa referensi tafsir dan asbab nuzul yang penulis temui, tidak
ada asbab nuzul dari ayat ini.[3]
3. Pengertian Secara Umum
Allah menceritakan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Musa as. Kalamullah
dan Allah memuji dan menyanjung Kitab tersebut. Memerintahkan untuk mengikuti
isi Kitab Taurat itu karena ia merupakan Kitab yang pantas diakui. Allah juga
menceritakan kitab Injil, memuji dan memerintahkan pemeluknya menegakkan dan
mengikuti semua yang dikandungnya, sebagimana
yang telah dijelaskan. Setelah itu Allah mulai menceritakan Qur’anul
Azhim diturunkan kepada hamba-Nya dan Rasul-nya.[4]
Dalam tafsir Al-Maraghi dijelaskan bahwa Allah swt. menurunkan Taurat, lalu
Injil kepada Bani Israil, dan Dia terangkan petunjuk maupun cahaya yang Dia
pesankan dalam kedu kitab itu, serta Dia jelaskan pula kewajibanyang harus
mereka tunaikan untuk menegakkan keduanya, serta ancaman-Nya terhadap mereka
berupahukuman apabila tidak menggunakan kedua kitab tersebut dalam memutuskan
perkara, maka sesudah itu, Allah terangkan disini, bahwa Dia telah menurunkan
Al-Quran atas nabi-Nya yang terakhir, Muhammad saw., dan betapa kedudukan kitab
Al-Quran ini diantara kitab-kitab lain sebelumnya. Bahwa hikmahnya adalah
memerlukan adanya berbagai macam syari’at dan jalan untuk memberi petunjuk
kepada umat manusia.[5] Kitab Al-Quran berfungsi
membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya yakni kandungan dari kitab-kitab
yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya.[6] Dalam Tafsir Al-Azhar
dikemukakan bahwa kedatangan Al-Quran adalah menggenapkan atau membenarkan
(Mushaddiqan) bagi kitab yang telah terdahulu itu. Mana yang sudah lengkap,
diperlengkap, sebab umat manusia bertambah maju dan daerah yang dihadapi
bertambah luas.membenarkan pula bahwa memang terlebih dahulu daripada Al-Quran
ialah sebagai penyaksi dan peneliti memperingatkan mana ajaran pokok yang asli,
yaitu tentang Tauhid.[7]
4. Penjelasan Ayat
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْه
Dan telah kami turunkan kepadamu hai Rasul, Kitab
Al-Quran ini, yang dengannya Kami sempurnakan agama, menurut kebenaran, dan
ditetapkan sebagai kitab yang tidak didatangi kebatilan, baik dari depan maupun
dari belakangknya. Juga membenarkan kitab-kitab Ilahi yangturun sebelumnya,
seperti Taurat dan Injil dan menjadi ukuran (untuk menentukan benar tidaknya
ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya) dan saksi atas
kitab-kitab ituyang sebenarnya.[8]
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ Yaitu, membawa kebenaran, tiada keraguan di dalamnya; dan bahwa Al-Qur'an itu
diturunkan dari sisi Allah. مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ
يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
Yaitu, kitab-kitab terdahulu yang mengandung sebutan dan pujian
kepadanya, dan bahwa Al-Qur'an itu akan diturunkan dari sisi Allah kepada hamba
lagi Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. وَمُهَيْمِنًا
عَلَيْه Sufyan
ats-Tsauri dan ulamalainnya mengatakan dari Ibnu Abbas, mengenai firman diatas
yakni menjadi saksi baginya, hal ini sama juga dikemukakan Mujahid, Qatadah,
dan as-Suddi. Al-Aufi telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna muhaiminan, bahwa
makna yang dimaksud ialah sebagai hakim atau batu ujian bagi kitab-kitab yang
sebelumnya.
Semua pendapat tersebut pengertiannya saling berdekatan, karena
sesungguhnya lafaz muhaimin mengandung semua pengertian itu, sehingga
dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah kepercayaan, saksi, dan hakim atas
kitab-kitab yang sebelumnya. Allah Swt telah menjadikan kitab Al-Qur'an
yang agung ini yang Dia turunkan sebagai akhir dari kitab-kitab Nya dan
merupakan pamungkasnya paling agung dan paling sempurna. Di dalam Al-Qur'an
terkandung kebaikan-kebaikan kitab-kitab sebelumnya dan ditambahkan banyak
kesempurnaan yang tidak terdapat pada kitab-kitab lainnya. Oleh karena itu, Allah
menjadikannya sebagai saksi, penjamin, dan
yang menghakimi kitab-kitab sebelumnya secara keseluruhan.[9]
فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
Kalau Al-Quran itu sedemikian tinggi martabat dan
kedudukannya dibanding dengan kitab-kitab Allah sebelumnya, yakni bahwa Dia
merupakan ahli kitab dengan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah swt.
kepadamu, jangan dengan apa yang diturunkan kepada mereka. Karena, syari’tmu
menjadi penghapus syari’at mereka.[10] Dalam
kitab tafsir Ibnu Katsir dikemukakan Yakni, hai
Muhammad, putuskanlah perkara di antara manusia baik yang Arab maupun yang
'Ajam, baik yang ummi maupun yang pandai baca tulis, dengan apa yang diturunkan
oleh Allah kepadamu di dalam Al-Qur'an yang agung ini, dan dengan apa yang
telah ditetapkan untukmu dari hukum para nabi sebelummu, tetapi tidak di-mansukh
oleh syariatmu. Demikianlah menurut apa yang di kemukakan oleh
Ibnu Jarir dalam menjabarkan maknanya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا
عَبَّادُ بْنِ الْعَوَّامِ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ
مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُخَيَّرًا، إِنْ شَاءَ حَكَمَ بَيْنَهُمْ، وَإِنْ شَاءَ أَعْرَضَ
عَنْهُمْ. فَرَدَّهُمْ إِلَى أَحْكَامِهِمْ، فَنَزَلَتْ: {وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ} فَأَمَرَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَحْكُمَ بَيْنَهُمْ بِمَا فِي
كِتَابِنَا.
“Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu! Awwam,
dari Sufyan ibnu Husain, dari Al-Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Nabi Saw. disuruh memilih. Jika beliau suka, boleh memutuskan
perkara di antara mereka (kaum Ahli Kitab); dan jika tidak suka, beliau boleh
berpaling dari mereka, lalu mengembalikan keputusan mereka kepada hukum-hukum
mereka sendiri. Maka turunlah firman-Nya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara
di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. (Al-Maidah: 49); Dengan turunnya ayat ini
Rasulullah Saw. diperintahkan untuk memutuskan perkara di antara mereka (Ahli
Kitab) dengan apa yang terdapat di dalam kitab kita, yakni Al-Qur'an.”[11]
الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ
Dan janganlah kamu turuti kemauan mereka, yakni dengan memberi putusan yang
mudah bagi mereka dan ringan tidak terlalu memberatkan, tetapi dengan demikian
menyeleweng dari kebenaran yang datang kepadamu, yang tidak ada keraguan dan
kebimbangan mengenainya.[12] Maksudnya janganlah
engkau berpaling dari kebenaran yang telah diperintahkan Allah kepadamu, menuju
kepada hawa nafsu orang-orang bodoh lagi celaka tersebut.[13]
لِكُلٍّ جَعَلْنَا
مِنْكُمْ شِرْعَةً
وَمِنْهَاجًا
Untuk masing-masing umat dari kalian, hai manusia, telah kai buatkan satu
syari’at tersendiri, yang kami wajibkan mereka menegakkan hukum-hukumnya, dan
kami buatkan sesautu sunnah dan jalan yang kami wajibkanmereka menempuhnya,
untuk membersihkan jiwa dan memperbaiki hati mereka.[14] Yaitu
jalan sunnah (tuntunan), karena syari’at itu adalah syari’at itu sendiri, yaitu
sesuatu yang menjadi permulaan dalam menuju kepada sesuatu. Adapun manhaj
berarti jalan yang jelas lagi mudah, dan kata sunan itu juga berarti
jalan-jalan (cara-cara).[15]
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
Kalau Allah menghendaki untuk menjadikan kamu suatu umat
saja dengan satu syari’at dan satu jalan yang kamu tempuh dan amalkan, uakni
dengan menciptakan kalian berwatak dan berakhlak sama, dan penghidupanmu pun
satu taraf, sehingga kamu bisa diatur dengan satu syari’at saja dalam berbagai
masa. Jadi, kamu sama dengan jenis-jenis makhluk lainnya yang wataknya tetap
berada pada suatu tahap tertentu. Andaikan demikian, tentu Allah swt. lakukan
itu.
Namun, Allah tidak menghendaki itu. Bahkan, Dia berkehendak
menjadikan kalian suatu jenis makhluk yang berakal, berpikir dan mempunyai
watak dapat memahami dan siap menerima ilmu, berkembang melewati
tahapan-tahapan hidup sedikit demi sedikit, tunduk pada undang-undang
perkembangan.[16]
Yakni Allah mensyari’atkan berbagai macam syari’at untuk menguji
hamba-hamba-Nya, dengan apa yang Allah syari’atkan kepada mereka, guna
memberikan pahala kepada mereka dan siksaan kepada mereka, atas ketaatan atau
kedurhakaan yang telah mereka lakukan, atau yang telah mereka rencanakan untuk
melakukan semua itu.[17]
فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Kalau demikian halnya, seperti apa yang telah disebutkan
diatas, maka cepat-cepatlah kalian melakukan hal-hal yang menjadi kebaikan dam
amal-amal saleh, mumpung masih ada kesempatan untuk itu, dan agar kamu menjadi
umat yang lebih utama.[18]
Maksudnya, Allah menganjurkan mereak untuk cepat dan segera menuju kepada
kebaikan. Yaitu, taat kepada Allah, dan mengikuti syari’at-syari’at yang Allah
jadikan sebagai penasakh (yang mengnghapus) bagi syari’at-syari’at sebelumnya,
serta membenarkan Kitab-Nya, yaitu Al-Quran yang merupakan Kitab yang terakhir
kali diturunkan-Nya. Maka orang-orang yang bersikap benar akan diebrikan pahala
atas kejujuran mereka itu, dan menyiksa orang-orang kafir yang sangat ingkar,
lagi mendustakan kebenaran, serta cenderung kepada kebatilan tanpa dalil dan
bukti (petunjuk), bahkan mereka benar-benar menentang bukti yang sudah ada.[19]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada dua hal yang terkandung dalam ayat ini. Pertama, agama Tuhan telah
menjadi sempurna didalam risalah Nabi Muhammad, baik dari segi akidah maupun
syariah. Dari segi akidah, dapat dilihat dari segi makna tauhid, pembalasan dan
ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mngukuhkan nabi-nabi terdahulu dan
meluruskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pengikut mereka. Dari
segi syariah, Allah swt. telah menyampaikan prinsip-prinsip dasar dan
fundamental, dan menyerahkan penafsiran dan aplikasi prinsip-prinsip tersebut
menurut kemampuan mental dan intelektual mereka.
Al-Quran bila dibandingkan dengan kitab-kitab samawi terdahulu
memiliki kemuliaan dan keistimewaan. Dan salah satu dari sarana cobaan Allah
ialah adanya perbedaan agama di sepanjang sejarah, sehingga dapat
memperjelas siapa gerangan yang bisa menerima kebenaran, serta siapa yang
ekstrim dan keras kepala.
DAFTAR PUSTAKA
Thalib, Muhammad, Tarjamah Tafsiriyah,
2011. Yogyakarta: Ma’had An-Nabawy
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi vol. 6, 1993. Semarang: Karya Toha
Mahali, Mudjab, Asbabun Nuzul Studi
Pendalaman Al-Qur’an, 1989. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Shaleh, Qomaruddin, Dahlan, Asbabun
Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur’an, 1995. Bandung: CV. Diponegoro
Al-Zuhaili,
Wahbah, Tafsir Munir vol 3, 2009. Suriah: Dar Al-Fikr
Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Quran
Al-Adzim vol. 6, 2000. Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh, 2000
Shihab, Quraish, Pesan Kesan dan
Keserasian Al-Quran, 2002. Jakarta: Lentera Hati
Hamka, Tafsir
Al-Azhar, 2003. Singapura: Pustaka Nasional,
[1]
Muhammad Thalib, Tarjamah Tafsiriyah, (Yogyakarta: Ma’had An-Nabawy,
2011), hal. 117
[2]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya Toha,
1993), vol. 6, hal.237
[3]
Selengkapnya,lihat: Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1989), Qomaruddin Shaleh, Dahlan, Asbabun
Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur’an (Bandung: CV.
Diponegoro, 1995), Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Munir (Suriah: Dar Al-Fik,
2009), vol. 3
[4]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim, (Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh,
2000), vol. 6, hal. 100
[5]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya Toha,
1993), vol. 6, hal. 237-238
[6]
M. Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hal. 111
[7]
Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka Nasional, 2003), hal, 1754
[8]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.238
[9]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh,
2000), vol. 6, hal. 101
[10]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.238
[11]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh,
2000), vol. 6, hal. 102
[12]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.239
[13]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh,
2000), vol. 6, hal. 103
[14]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.239
[15]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh,
2000), vol. 6, hal, 103
[16]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.239
[17]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh,
2000), vol. 6, hal, 103
[18]
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya
Toha, 1993), hal.240
[19]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh,
2000), vol. 6, hal, 103