Minggu, 14 Januari 2018

Tafsir Tahlili Surat Al-Maidah ayat 48

BAB I
PENDAHULUAN
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah Swt mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia sepanjang sejarah. Sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajarah para nabi, mereka membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan khayalan. Sementara dalam makalah ini menyinggung kedudukan tinggi al-Quran sebagai pembenar kitab-kitab samawi atau terdahulu, juga menyebutnya sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Al-Quran juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya
Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan mulai dari asbabun nuzul ayat, penafsiran kata-kata, dan penjelasan ayat dari beberapa pendapat para ulama. Namun, kesempurnaan makalah ini penulis menyadari masih sangatlah jauh dari kesempurnaan, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang mendatang.










BAB II
PEMBAHASAN
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-Maidah, (5): 48).[1]
1.      Penafsiran Kata-Kata Sulit
Pengurus sesuatu yang berhak menjaga dan mengawasinya                    :      المهيمن على الشيء
Jalan ketempat air untuk mengambilnya dari sungai atau lainnya,          :        الشرعة ج الشريعة
segala sesuatu yang masuk dalam air itu disebut syara’iyah.
Dari kata-kata ini, timbullah istilah Syari’at Islam, karena pemeluk-pemeluk Islam masuk kedalamnya (syari’at itu).
Jalan atau sunnah.[2]                                                                                  :                      المنهاج        
2.      Asbabun Nuzul
Dalam beberapa referensi tafsir dan asbab nuzul yang penulis temui, tidak ada asbab nuzul dari ayat ini.[3]
3.      Pengertian Secara Umum
Allah menceritakan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Musa as. Kalamullah dan Allah memuji dan menyanjung Kitab tersebut. Memerintahkan untuk mengikuti isi Kitab Taurat itu karena ia merupakan Kitab yang pantas diakui. Allah juga menceritakan kitab Injil, memuji dan memerintahkan pemeluknya menegakkan dan mengikuti semua yang dikandungnya, sebagimana  yang telah dijelaskan. Setelah itu Allah mulai menceritakan Qur’anul Azhim diturunkan kepada hamba-Nya dan Rasul-nya.[4]
Dalam tafsir Al-Maraghi dijelaskan bahwa Allah swt. menurunkan Taurat, lalu Injil kepada Bani Israil, dan Dia terangkan petunjuk maupun cahaya yang Dia pesankan dalam kedu kitab itu, serta Dia jelaskan pula kewajibanyang harus mereka tunaikan untuk menegakkan keduanya, serta ancaman-Nya terhadap mereka berupahukuman apabila tidak menggunakan kedua kitab tersebut dalam memutuskan perkara, maka sesudah itu, Allah terangkan disini, bahwa Dia telah menurunkan Al-Quran atas nabi-Nya yang terakhir, Muhammad saw., dan betapa kedudukan kitab Al-Quran ini diantara kitab-kitab lain sebelumnya. Bahwa hikmahnya adalah memerlukan adanya berbagai macam syari’at dan jalan untuk memberi petunjuk kepada umat manusia.[5] Kitab Al-Quran berfungsi membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya yakni kandungan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya.[6] Dalam Tafsir Al-Azhar dikemukakan bahwa kedatangan Al-Quran adalah menggenapkan atau membenarkan (Mushaddiqan) bagi kitab yang telah terdahulu itu. Mana yang sudah lengkap, diperlengkap, sebab umat manusia bertambah maju dan daerah yang dihadapi bertambah luas.membenarkan pula bahwa memang terlebih dahulu daripada Al-Quran ialah sebagai penyaksi dan peneliti memperingatkan mana ajaran pokok yang asli, yaitu tentang Tauhid.[7]

4.      Penjelasan Ayat
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْه
Dan telah kami turunkan kepadamu hai Rasul, Kitab Al-Quran ini, yang dengannya Kami sempurnakan agama, menurut kebenaran, dan ditetapkan sebagai kitab yang tidak didatangi kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangknya. Juga membenarkan kitab-kitab Ilahi yangturun sebelumnya, seperti Taurat dan Injil dan menjadi ukuran (untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya) dan saksi atas kitab-kitab ituyang sebenarnya.[8]
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ Yaitu, membawa kebenaran, tiada keraguan di dalamnya; dan bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dari sisi Allah. مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ  Yaitu, kitab-kitab terdahulu yang mengandung sebutan dan pujian kepadanya, dan bahwa Al-Qur'an itu akan diturunkan dari sisi Allah kepada hamba lagi Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. وَمُهَيْمِنًا عَلَيْه Sufyan ats-Tsauri dan ulamalainnya mengatakan dari Ibnu Abbas, mengenai firman diatas yakni menjadi saksi baginya, hal ini sama juga dikemukakan Mujahid, Qatadah, dan as-Suddi. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna muhaiminan, bahwa makna yang dimaksud ialah sebagai hakim atau batu ujian bagi kitab-kitab yang sebelumnya.
Semua pendapat tersebut pengertiannya saling berdekatan, karena sesungguhnya lafaz muhaimin mengandung semua pengertian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah kepercayaan, saksi, dan hakim atas kitab-kitab yang sebelumnya. Allah Swt telah menjadikan kitab Al-Qur'an yang agung ini yang Dia turunkan sebagai akhir dari kitab-kitab Nya dan merupakan pamungkasnya paling agung dan paling sempurna. Di dalam Al-Qur'an terkandung kebaikan-kebaikan kitab-kitab sebelumnya dan ditambahkan banyak kesempurna­an yang tidak terdapat pada kitab-kitab lainnya. Oleh karena itu, Allah menjadikannya sebagai saksi, penjamin, dan yang menghakimi kitab-kitab sebelumnya secara keseluruhan.[9]

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
Kalau Al-Quran itu sedemikian tinggi martabat dan kedudukannya dibanding dengan kitab-kitab Allah sebelumnya, yakni bahwa Dia merupakan ahli kitab dengan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah swt. kepadamu, jangan dengan apa yang diturunkan kepada mereka. Karena, syari’tmu menjadi penghapus syari’at mereka.[10] Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dikemukakan Yakni, hai Muhammad, putuskanlah perkara di antara manusia baik yang Arab maupun yang 'Ajam, baik yang ummi maupun yang pandai baca tulis, dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu di dalam Al-Qur'an yang agung ini, dan dengan apa yang telah ditetapkan untukmu dari hukum para nabi sebelummu, tetapi tidak di-mansukh oleh syariatmu. Demikianlah menurut apa yang di kemukakan oleh Ibnu Jarir dalam menjabarkan maknanya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنِ الْعَوَّامِ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخَيَّرًا، إِنْ شَاءَ حَكَمَ بَيْنَهُمْ، وَإِنْ شَاءَ أَعْرَضَ عَنْهُمْ. فَرَدَّهُمْ إِلَى أَحْكَامِهِمْ، فَنَزَلَتْ: {وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ} فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَحْكُمَ بَيْنَهُمْ بِمَا فِي كِتَابِنَا.
“Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu! Awwam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Al-Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. disuruh memilih. Jika beliau suka, boleh memutuskan perkara di antara mereka (kaum Ahli Kitab); dan jika tidak suka, beliau boleh berpaling dari mereka, lalu mengembalikan keputusan mereka kepada hukum-hukum mereka sendiri. Maka turunlah firman-Nya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Al-Maidah: 49); Dengan turunnya ayat ini Rasulullah Saw. diperintahkan untuk memutus­kan perkara di antara mereka (Ahli Kitab) dengan apa yang terdapat di dalam kitab kita, yakni Al-Qur'an.[11]
الْحَقِّ  وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ
Dan janganlah kamu turuti kemauan mereka, yakni dengan memberi putusan yang mudah bagi mereka dan ringan tidak terlalu memberatkan, tetapi dengan demikian menyeleweng dari kebenaran yang datang kepadamu, yang tidak ada keraguan dan kebimbangan mengenainya.[12] Maksudnya janganlah engkau berpaling dari kebenaran yang telah diperintahkan Allah kepadamu, menuju kepada hawa nafsu orang-orang bodoh lagi celaka tersebut.[13]
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Untuk masing-masing umat dari kalian, hai manusia, telah kai buatkan satu syari’at tersendiri, yang kami wajibkan mereka menegakkan hukum-hukumnya, dan kami buatkan sesautu sunnah dan jalan yang kami wajibkanmereka menempuhnya, untuk membersihkan jiwa dan memperbaiki hati mereka.[14] Yaitu jalan sunnah (tuntunan), karena syari’at itu adalah syari’at itu sendiri, yaitu sesuatu yang menjadi permulaan dalam menuju kepada sesuatu. Adapun manhaj berarti jalan yang jelas lagi mudah, dan kata sunan itu juga berarti jalan-jalan (cara-cara).[15]
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
Kalau Allah menghendaki untuk menjadikan kamu suatu umat saja dengan satu syari’at dan satu jalan yang kamu tempuh dan amalkan, uakni dengan menciptakan kalian berwatak dan berakhlak sama, dan penghidupanmu pun satu taraf, sehingga kamu bisa diatur dengan satu syari’at saja dalam berbagai masa. Jadi, kamu sama dengan jenis-jenis makhluk lainnya yang wataknya tetap berada pada suatu tahap tertentu. Andaikan demikian, tentu Allah swt. lakukan itu.
Namun, Allah tidak  menghendaki itu. Bahkan, Dia berkehendak menjadikan kalian suatu jenis makhluk yang berakal, berpikir dan mempunyai watak dapat memahami dan siap menerima ilmu, berkembang melewati tahapan-tahapan hidup sedikit demi sedikit, tunduk pada undang-undang perkembangan.[16] Yakni Allah mensyari’atkan berbagai macam syari’at untuk menguji hamba-hamba-Nya, dengan apa yang Allah syari’atkan kepada mereka, guna memberikan pahala kepada mereka dan siksaan kepada mereka, atas ketaatan atau kedurhakaan yang telah mereka lakukan, atau yang telah mereka rencanakan untuk melakukan semua itu.[17]
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Kalau demikian halnya, seperti apa yang telah disebutkan diatas, maka cepat-cepatlah kalian melakukan hal-hal yang menjadi kebaikan dam amal-amal saleh, mumpung masih ada kesempatan untuk itu, dan agar kamu menjadi umat yang lebih utama.[18] Maksudnya, Allah menganjurkan mereak untuk cepat dan segera menuju kepada kebaikan. Yaitu, taat kepada Allah, dan mengikuti syari’at-syari’at yang Allah jadikan sebagai penasakh (yang mengnghapus) bagi syari’at-syari’at sebelumnya, serta membenarkan Kitab-Nya, yaitu Al-Quran yang merupakan Kitab yang terakhir kali diturunkan-Nya. Maka orang-orang yang bersikap benar akan diebrikan pahala atas kejujuran mereka itu, dan menyiksa orang-orang kafir yang sangat ingkar, lagi mendustakan kebenaran, serta cenderung kepada kebatilan tanpa dalil dan bukti (petunjuk), bahkan mereka benar-benar menentang bukti yang sudah ada.[19]

























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada dua hal yang terkandung dalam ayat ini. Pertama, agama Tuhan telah menjadi sempurna didalam risalah Nabi Muhammad, baik dari segi akidah maupun syariah. Dari segi akidah, dapat dilihat dari segi makna tauhid, pembalasan dan ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mngukuhkan nabi-nabi terdahulu dan meluruskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pengikut mereka. Dari segi syariah, Allah swt. telah menyampaikan prinsip-prinsip dasar dan fundamental, dan menyerahkan penafsiran dan aplikasi prinsip-prinsip tersebut menurut kemampuan mental dan intelektual mereka.
Al-Quran bila dibandingkan dengan kitab-kitab samawi terdahulu memiliki kemuliaan dan keistimewaan. Dan salah satu dari sarana cobaan Allah ialah adanya perbedaan agama di sepanjang sejarah, sehingga dapat memperjelas siapa gerangan yang bisa menerima kebenaran, serta siapa yang ekstrim dan keras kepala.











DAFTAR PUSTAKA
Thalib, Muhammad, Tarjamah Tafsiriyah, 2011. Yogyakarta: Ma’had An-Nabawy

Al-Maraghi, Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi vol. 6, 1993. Semarang: Karya Toha
Mahali, Mudjab, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, 1989. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Shaleh, Qomaruddin, Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur’an, 1995. Bandung: CV. Diponegoro
Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Munir vol 3, 2009. Suriah: Dar Al-Fikr
Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Quran Al-Adzim vol. 6, 2000. Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh, 2000

Shihab, Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, 2002. Jakarta: Lentera Hati

Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2003. Singapura: Pustaka Nasional,


[1] Muhammad Thalib, Tarjamah Tafsiriyah, (Yogyakarta: Ma’had An-Nabawy, 2011), hal. 117
[2] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya Toha, 1993), vol. 6, hal.237
[3] Selengkapnya,lihat: Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1989), Qomaruddin Shaleh, Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur’an (Bandung: CV. Diponegoro, 1995), Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Munir (Suriah: Dar Al-Fik, 2009), vol. 3
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim, (Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh, 2000), vol. 6, hal. 100
[5] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya Toha, 1993), vol. 6, hal. 237-238
[6] M. Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 111
[7] Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka Nasional, 2003), hal, 1754
[8] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.238
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh, 2000), vol. 6, hal. 101
[10] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.238
[11] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh, 2000), vol. 6, hal. 102
[12] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.239
[13] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh, 2000), vol. 6, hal. 103
[14] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.239
[15] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh, 2000), vol. 6, hal, 103
[16] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.239
[17] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad Al-Syaikh, 2000), vol. 6, hal, 103
[18] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz VI (Semarang: Karya Toha, 1993), hal.240
[19] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Adzim (Kairo: Maktabah Awlad AL-Syaikh, 2000), vol. 6, hal, 103

*Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*

 *Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*...