Minggu, 14 Januari 2018

Makalah Tafsir Maudhu' Ibadah Mengenai Ayat-Ayat Nikah












[




BAB I
PENDAHULUAN
Hidup yang tentram, damai, dan bahagia merupakan idaman setiap keluarga untuk dapat meraih kehidupan tersebut. Islam memberikan solusi dengan cara melakukan pernikahan. Pernikahan bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. Islam mengatur hukum perkawinan tersebut.
Pernikahan merupakan suatu hal yang penting dan mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Disamping itu, pernikahan merupakan salah satu asas pokok hidup yang utama dalam pergaulan masyarakat. Tanpa pernikahan tidak akan terbentuk rumah tangga yang baik, teratur, dan bahagia serta akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan dalam masyarakat. Misalnya, manusia tidak dapat mengekang hawa nafsunya, sehingga timbul pemerkosaan dan bencana di masyarakat. Yang tidak kalah penting dari itu adalah bahwa pernikahan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan perintah Allah dan rasul-Nya.
Dalam makalah ini penulis hanya menekankan secara umumnya saja. Oleh karena itu, kesempurnaan makalah ini penulis menyadari masih sangatlah jauh dari kesempurnaan, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang mendatang.






BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian nikah dalam Islam
Pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut dengan dua kata yaitu nikah dan zawaj. Kedua kata ini kata yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat dalam al-Quran dan hadits Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-Quran dengan arti kawin, penjelasan ini terdapat dalam surat an-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka kawinlah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang, jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang  saja, atau budak-budak yang kalian miliki.”
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam al-Quran dalam arti kawin, seperti pada surat al-Ahzab ayat 37:
...فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ...
“...maka tatkala Zaid mengakhiri keperluan (menceraikan), Kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka....”
Secara arti kata nikah atau zawaja berarti “bergabung atau hubungan kelamin” dan juga berarti “akad”. Dalam arti terminologis dalam kitab-kitab fiqih banyak diartikan “akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja”.[1]. Dengan demikian pernikahan dinamai zawaj yang berarti keberpasangan disamping dinamai nikah yang berarti penyatuan ruhani dan jasmani. Suami dinamai zauj dan istri pun demikian.[2]
Ada pula para mujahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat, orang yang sudah berkeinginan untuk menikah dan khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk melaksanakan nikah. Yang demikian adalah lebih utama daripada haji, shalat, jihad dan puasa sunnah, inilah menurut pandangan para imam mazhab.[3]

2.      Awal mula manusia diciptakan
Laki-laki dan perempuan itu dijadikan berhubungan dan saling melengkapi dalam rangka menghasilkan keturunan yang banyak. Hal ini disebutkan dalam al-Quran surat al-Nisa ayat 1:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari satu diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya dan daripadanya kedua Allah memperkembangbiakan laki-laki dan permpuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu[4]
Penjelasan ayat
Ayat diatas mengajak seluruh manusia yang beriman dan yang tidak beriman untuk bertaqwa kepada allah yang telah menciptakan manusia. Adapun ayat dalam surat ini, konteknya untuk menjelaskan banyak dan berkembangbiaknya mereka dari seorang ayah, yakni Adam dan seorang ibu , yakni Hawa. Ini dipahami dari pernyataan Allah memperkembangbiakan laki-laki dan permpuan yang banyak dan tentunya ini sesuai jika kata “nafsin wahidatin” dipahami dalam arti ayah manusia seluruhnya yakni Adam dan pasangannya yakni Hawa lahir laki-laki dan perempuan yang banyak.[5]
Al-Qaffal mengatakan, bahwa makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah, sesungguhya Allah menciptakan setiap orang diantara kalian berasal dari satu jiwa. Kemudian Dia menjadikan istri untuknya yang dia ciptakan dari dirinya, sama sebagai manusianya dan sejenis.[6]
Penegasannya bahwa khalaqa minha zaujaha Allah menciptakan darinya, yakni dari nafsin wahidah itu pasangannya, mengandung makna bahwa pasangan suami istri hendaknya menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya. pernyataan Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Penggalan ayat ini menginformasikan bahwa populasi manusia pada mulanya bersumber dari satu pasangan, kemudian satu pasangan itu berkembangbiak sehingga menjadi sekian banyak pasangan yang terus berkembangbiak, demikian seterusnya hingga setiap saat bertambah.[7]
Adapun penguat lain dari hadits terhadap penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang diriwayatkan dari Zaidah, dari Maisarah al-Asyja’I, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنساءِ خَيْرًا، فإنَّ المرأةَ خُلقتْ من ضِلَعٍ ، وإنَّ أَعْوَجَ شيءٍ في الضِّلعِ أَعْلَاه ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ ، وإن تركتَه لم يزلْ أَعْوَجَ ، فاستوصُوا بالنِّساءِ خَيْرًا
“Nasihatilah para wanita kerana wanita diciptakan daripada tulang rusuk yang bengkok dan yang  paling bengkok daripada tulang rusuk itu adalah pangkalnya, jika kamu cuba untuk meluruskannya maka ia akan patah, namun bilamana kamu biarkan ia maka ia akan tetap bengkok, untuk itu, nasihatilah para wanita”. (HR. Bukhari dan Muslim).[8]
Selain itu terdapat hadits lain yang diriwayatkan oleh Sufyan, dari az-Zinad, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi bersabda:
إنَّ المرأةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، لَنْ تستقيمَ لَكَ علَى طريقَةٍ، فإِنَّ استمْتَعْتَ بِها استمتعْتَ بِها وبِها عِوَجٌ، وإِنْ ذهبْتَ تقيمُها كسرْتَهَا، وكسرُها طلاقُها
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk dan tidak dapat kamu luruskan dengan cara bagaimanapun, jika kamu hendak bersenang-senang dengannya, kamu dapat bersenang-senang dengannya dan dia tetap saja bengkok, namun jika kamu berusaha meluruskannya, nescaya dia akan patah dan mematahkannya adalah menceraikannya”.[9]

3.      Ayat-ayat pernikahan dalam al-Quran
Perkawinan itu dijadikan sebagai salah satu ayat-ayat dari kebesaran Allah. Hal ini disebutkan dalam al-Quran surat al-Rum ayat 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuatan-Nya ialah Ia menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”[10]
Penjelasan ayat
Ayat diatas menguraikan pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa dan rahmat Allah dalam hal tersebut. Dalam ayat ini terdapat kata anfusikum yaitu bentuk jamak dari kata nafs yang antara lain berarti jenis atau diri atau totalitas sesuatu. Pernyataan bahwa pasangan manusia diciptakan dari jenisnya, sementara  ulama menyatakan bahwa Allah  tidak membolehkan manusia mengawini selain jenisnya, dan bahwa jenisnya itu adalah yang merupakan pasangannya. Dengan demikian, perkawinan antara lain jenis atau pelampiasan nafsu seksual melalui makhluk lain, bahkan yang bukan pasangan, sama sekali tidak dibenarkan oleh Allah.
Lalu dilanjutkan dengan kata azwaja yang merupakan kata jamak dari zauj berarti apa atau siapa yang menjadikan sesuatu yang tunggal/satu menjadi dua dengan kehadirannya. Litaskunu mengandung makna cenderung/menuju kepadanya sehingga penggalan ayat diatas bermakna Allah menjadikan pasangan suami istri masing-masing merasakan ketenangan disamping pasangannya serta cenderung kepadanya. Dan dilanjutkan dengan kata mawaaddah wa rahmah, mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk dengan kata lain mawaddah adalah jalan menuju terabaikannya pengutamaan kenikmatan duniawi, bahkan semua kenikmatan untuk siapa saja tertuju kepadanya. Sementara ulama menjadikan tahap rahmat pada suami dan istri lahir bersama lahirnya anak atau ketika pasangan suami itu telah menacapai usia lanjut yakni tertuju kepada yang dirahmati, sedang yang dirahmati itu dalam keadaan butuh, dengan demikian rahmat tertuju kepada orang yang lemah dan kelemahan dan kebutuhan itu sangat dirasakan dimasa tua. Betapapun, baik mawaddah dan rahmat, keduanya adalah anugerah dari Allah yang sangat nyata.[11]
 Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi yaitu al-mawaddah, sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Selanjutnya para mufasir mengatakan bahwa dari as-sakinah dan al-mawaddah inilah muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan penuh berkat dari Allah, sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istridan anak-anak mereka.[12]
Berdasarkan ayat diatas jelas bahwa Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan diantara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.[13]

4.      Hukum pernikahan dalam Islam
Perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan juga disuruh oleh Nabi. Dari begitu banyak suruhan Allah dan Nabi untuk melaksanakan perkawinan itu maka perkawinan adalah perbuatan yang lebih disenangi Allah dan Nabi untuk dilakukan. Atas dasar ini menurut asalnya adalah sunnah menurut pandangan Jumhur ulama. Hal ini berlaku secara umum. Namun karena ada tujuan mulia yang hendak dicapai dari perkawinan itu dan yang melakukan perkawinan itu berbeda pula kondisinya serta situasi yang melingkupi suasana perkawinan itu berbeda pula, maka secara rinci jumhur ulama menyatakan hokum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu, sebagai berikut:
a.       Wajib bagi seorang yang sudah mampu secada finansial dan juga sangat beresiko jatuhbkedalam perzinaan. Hal itu dikarenakan menjaga diri dari zina adalah wajib.
b.      Sunah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk kawin, telah pantas untuk kawin dan telah mempunyai perlengkapan untuk melangsungkan perkawinan.
c.       Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk kawin, belum berkeinginan untuk kawin, sedangkan pembekalan untuk perkawinan juga belum ada.
d.      Haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara’ untuk melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan syara’, sedangkan dia meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.
e.       Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapapun.[14]

5.      Hikmah pernikahan
Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut, darigenerasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.[15]
a.       Memenuhi tuntutan fitrah, makusdnya manusia diciptakan oelh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik dengan lawan jenisnya.
b.      Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin karenanya lah tercipta perasaan-perasaa cinta dan kasih.
c.       Menghindari dekadensi moral, karena Allah telah menganugerahkan manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya insting untuk melakukan relasi seksual. Maka agar tidak terjadi akibat yang negatif harus diberi frame yang membatasinya, karena nafsunya akan berusaha untuk memenuhi insting tersebut dengan cara yang terlarang.
d.      Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.[16]






















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nikah dalam arti terminologis dalam kitab-kitab fiqih banyak diartikan “akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja”. Dengan demikian pernikahan dinamai zawaj yang berarti keberpasangan disamping dinamai nikah yang berarti penyatuan ruhani dan jasmani. Suami dinamai zauj dan istri pun demikianNafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia. Ketika tidak ada jalan keluar untuk melampiaskan, maka manusia akan dirundung kegelisahan dan dikhawatirkan melakukan perzinaan.
Selain itu, nikah juga mempunyai hikmah dibaliknya. Diantaranya, pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan, naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak pada masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih sayang, rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat potensi diri, membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan istri.
Dengan demikian perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan juga disuruh oleh Nabi. Dari begitu banyak suruhan Allah dan Nabi untuk melaksanakan perkawinan itu maka perkawinan adalah perbuatan yang lebih disenangi Allah dan Nabi untuk dilakukan.





DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, Amir, Garis Garis Besar Fiqih, 2003. Jakarta: Kencana

Shihab, Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, 2002. Jakarta: Lentera hati

Abdurrahman, al-Allamah, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, penerjemah Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, 2015. Bandung: Hasyimi

Al-Maraghi, Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi, vol. 6, 1993. Semarang: Karya Toha

Ibnu Katsir, Kisah para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup para Nabi, 2015. Jakarta: Qisthi Press

Ensiklopedi Hadits, Fathul Bari: 5185-5186, hadits Bukhari, no. 4787, kitab Nikah, bab: Wasiat untuk wanita

Ensiklopedi Hadits, Syarh Sahih Muslim: 1468, no. 2670, kitab Menyusui, bab: Wasiat untuk memperhatikan wanita

Qurthubi, Imam, Jami’ al-Ahkam al-Qur’an, vol. XIV, 1967. Beirut: Muassasah al-Risalah

Qasimi, Jamaluddin, Mahasin al-Ta’wil, vol. XIII. t.t, Beirut: Dar al-Fikr

Agustina Nurhayati, Pernikahan dalam Prespektif al-Quran, 2011. ASAS, vol. 3, no. 1

Ahmad Atabik dan Khoiridatul Mudhiiah, Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam, 2014. YUDISIA, vol. 5, no. 2
Muhammad, Kamil, Fiqih Wanita, 1998. Jakarta: Pustaka al-Kautsar

Sarwat, Ahmad, Kitab Nikah, (Ebook Fiqih Nikah.pdf)




[1] Amir Syarifudin, Garis Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 73-74
[2] Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 332
[3] Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Damasyqi, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, penerjemah Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2015), hal. 318
[4] Amir Syarifudin, Garis Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 80
[5] Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 400
[6] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Karya Toha, 1993), vol. 6, hal. 315
[7] Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 399
[8] Ibnu Katsir, Qoshos al- Anbiya, penerjemah Saefullah, MS, Kisah para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup para Nabi, (Jakarta: Qisthi Press, 2015), hal. 20. Lihat pula Ensiklopedi Hadits, Fathul Bari: 5185-5186, hadits Bukhari, no. 4787, kitab Nikah, bab: Wasiat untuk wanita
[9] Ensiklopedi Hadits, Syarh Sahih Muslim: 1468, no. 2670, kitab Menyusui, bab: Wasiat untuk memperhatikan wanita
[10] Amir Syarifudin, Garis Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 80
[11] Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 188
[12] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Jami’ al-Ahkam al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1967), vol. XIV, hal. 16-17 dan Muhammad Jamaludin al-Qasimi, Mahasin al-Ta’wil, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), vol. XIII, hal. 171-172
[13] Agustina Nurhayati, Pernikahan dalam Prespektif al-Quran, ASAS, vol. 3, no. 1, 2011, hal. 101
[14] Amir Syarifudin, Garis Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 79 selengkapnya lihat Ahmad Sarwat, Kitab Nikah, (Ebook Fiqih Nikah.pdf), hal. 14
[15] Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), hal. 378
[16] Ahmad Atabik dan Khoiridatul Mudhiiah, Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam, YUDISIA, vol. 5, no. 2, hal. 306-307

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

*Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*

 *Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*...