يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً
وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalam ayat diatas ada dua kata perintah untuk
orang-orang yakni kata pertama كُلُواْ yang artinya
makanlah dan kata kedua yaitu وَلاَ تَتَّبِعُواْ yang artinya
janganlah engkau ikuti. Dalam penjelasan tafsir Jalalain ayat ini turun tentang
orang-orang yang mengharamkan sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan, halal
disini diartikan menjadi 'hal' (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti
enak atau lezat. Dan setelah perintah itu turun, maka penjelasan setelahnya
diterangkan bahwa (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan
(setan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya
jelas dan terang permusuhannya itu.”
Sedangkan dalam penjelasan oleh M. Quraish Shihab dalam kitabnya dikatakan
bahwa Wahai manusia, makanlah apa yang Kami ciptakan di bumi dari segala yang
halal yang tidak Kami haramkan dan yang baik-baik yang disukai manusia. Janganlah mengikuti jejak langkah setan yang merayu kalian agar
memakan yang haram atau menghalalkan yang haram. Kalian sesungguhnya telah
mengetahui permusuhan dan kejahatan-kejahatan setan. Maka dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir di
jelaskan bahwa ayat ini terkandung makna yang menanamkan antipati terhadap
setan dan sikap waspada terhadapnya.
Al-Baqarah ayat 169
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ
عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan
keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
“Dalam ayat ini ada
kita ambil salah satu kata yaitu يَأْمُر yang bermakna
perintah. Perintah disini ditujukan oleh setan kepada manusia untuk menyuruh
kepada hal-hal yang jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang
manusia tidak ketahui. Dalam penafsiran Ibnu Katsir ayat ini memperjelas bahwa sesungguhnya
setan adalah musuh bagi manusia, karena setan hanya memerintahkan manusia
kepada perbuatan-perbuatan yang jahat dan perbuatan-perbuatan yang berdosa
besar, seperti zina dan lainnya. Dan yang paling parah diantaranya adalah
mengatakan kepada Allah hal-hal yang tanpa didasari pengetahuan, dan termasuk
kedalam golongan terakhir ini yaitu kafir.”
Dalam kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa (Sesungguhnya setan itu hanya
menyuruh kamu berbuat dosa) yakni dosa (dan yang keji) yakni yang buruk menurut
syariat (dan agar kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui)
misalnya mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah dan selainnya.
Ayat ini juga bersangkutan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 168, yang
dimana ayat sebelumnya juga menjelaskan tentang sifat-sifat manusia yang
mengharamkan makanan atau daging yang halal menjadi haram yang sama seperti
sifat-sifat setan dalam ayat ini.
Al-Baqarah ayat 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ
نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ
يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami".
"(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?.”
Dalam ayat ini ada kata perintah اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ yang artinya ikutilah apa yang
telah diturunkan Allah. Dengan kata lain apakah mereka tetap akan mengikuti
jejak nenek moyang mereka, sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti apapun
dan tidak pula mendapat hidayah. Adapun ayata ini menceritakan tentang orang-orang
yahudi yang diajak oleh Rasulullah untuk memeluk Islam. Tapi apakah mereka
menyembah Allah dan memeluk agama Islam, mereka menjawab bahwa mereka hanya mau
mengikuti apa yang mereka dapati dari nenek moyang mereka melakukannya.
Al-Baqarah ayat 171
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لاَ
يَسْمَعُ إِلاَّ دُعَاء وَنِدَاء صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
“Dan perumpamaan (orang-orang yang
menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang
yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan
buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”
Dengan diturunkan ayat ini, Allah
mengabarkan kepada orang-orang yang menyeru dalam kedazaliman, kesesatan,
kebodohan dan lain sebagainya. Mereka diibaratkan sama seperti hewan gembalaan
yang tidak dapat memahami apa yang diserukan kepada mereka. Dengan kata lain
mereka hanya memahami apa yang mereka katakan tanpa memahami maksudnya. Karena
mereka hanyalah orang-orang yang tuli, bisu, dan buta dan mereka tidak
mengerti.
Penjelasan ayat diatas adalah Allah
memberikan perumpamaan sifat (orang-orang kafir) serta orang yang mengajak
mereka kepada petunjuk yaitu seperti orang yang memanggil binatang, berteriak
memanggil dengan katalain memanggil yang tidak dapat didengarnya selain berupa
panggilan dan seruan saja artinya suara yang tidak diketahui dan dimengerti
maknanya. Maksudnya dalam menerima nasihat dan tidak memikirkannya, mereka itu
adalah seperti hewan yang mendengar suara penggembalanya tetapi tidak paham
akan maksudnya. Maka dari itu mereka
termasuk orang-orang tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti
akan nasihat.
Al-Baqarah ayat 172
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Ayat ini
memberikan keterangan kepada kita yaitu kaum mukmin dintaranya untuk memakan
makanan yang halan dan memakan makanan yang telah Allah urunkan keapada kita,
yaitu rezeki yang baik yang telah diberikan-Nya kepada kita. Dan setelah itu
kita diwajibkan untuk selalu bersyukur kepada Allah atas hal tersebut, jika
kita memang benar-benar orang-orang yang yang mengakui sebagai hamba-Nya.
Ayat ini menerangkan kepada kita
semua akan apa-apa yang harus kita makan. Dengan adanya kata يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ yaitu hai orang-orang
yang beriman! Dengan kata lain Allah memberi isyarat kepada kita yaitu orang
mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka pernyataan ini yaitu
makanlah di antara makanan yang baik-baik maksudnya yang halal, yang Kami
berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah atas makanan yang dihalalkan
itu jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya menyembah.
Dengan demikian, karena dari rezeki
yang halal merupakan penyebab diterimanya amal dan terkabulnya doa dan ibadah,
sedangkan makan dari rezeki yang haram merupakan penyebab penghalang dan
penghambat terkabulnya doa dan ibadah.
Al-Baqarah ayat 173
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ
الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ
وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah
Allah memberi kabar tentang makanan dan minuman yang telah diturunkan oleh
Allah dan memberikan kabar dengan sesuatu yang halal untuk dapat dimakan secara
baik dan benar. Maka Allah menurunkan ayat setelahnya dengan maksud memberikan
kabar akan beberapa makanan yang Allah haramkan kepada kita (kaum muslim),
yaitu bangkai. Dengan maksud bangkai hewan yang telah menemui ajalnya tanpa
melalui proses penyembelihan, baik karena tercekik maupun tertusuk, jatuh atau
tertanduk hewan lain, ataupun dimangsa oleh binatang buas.
Ayat diatas sangat berkesinambungan
dengan ayat sebelumnya yaitu dengan ayat
172 yang menjelaskan tentang makanan yang haram dan halal bagi kaum mukmin.
Maka Allah memberikan kabar kembali dengan lebih menegaskan ayat sebelumnya
yaitu sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai. Maksudnya memakannya
karena konteks pembicaraan mengenai hal itu, maka demikian pula halnya yang
sesudahnya. Bangkai ialah hewan yang tidak disembelih menurut syariat. Termasuk
dalam hal ini hewan-hewan hidup yang disebutkan dalam hadis, kecuali ikan dan
belalang (darah) maksudnya yang mengalir sebagaimana kita dapati pada
binatang-binatang ternak, (daging babi) disebutkan daging, karena merupakan
maksud utama, sedangkan yang lain mengikutinya dan binatang yang ketika
menyembelihnya disebut nama selain Allah artinya binatang yang disembelih
dengan menyebut nama selain asma Allah.
وَمَا أُهِلَّ dari 'ihlaal' ialah mengeraskan suara yang biasa mereka lakukan
ketika menyembelih kurban buat tuhan-tuhan mereka. Namun, apabila barang siapa
berada dalam keadaan terpaksa artinya keadaan memaksanya untuk memakan salah
satu yang diharamkan ini lalu ia memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya
tidak keluar dari golongan kaum muslimin dan ia tidak menjadi seorang yang
melampaui batas yaitu melakukan pelanggaran terhadap mereka dengan menyamun
mereka dalam perjalanan maka tidaklah berdosa memakannya.
Maka Allah menutup ayat ini dengan
kebesarannya yang Ia punya yaitu dengan إِنَّ اللّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ yang artinya sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap
wali-wali-Nya lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang taat sehingga
mereka diberi-Nya kemudahan dalam hal itu. Adapun menurut Imam Syafii, mereka
yang tidak dibolehkan memakan sedikit pun dari kemurahan yang telah Allah
perkenankan itu ialah setiap orang yang melakukan maksiat dalam perjalanannya,
seperti budak yang melarikan diri dari tuannya dan orang yang memungut cukai
tidak legal selama mereka belum bertobat.
Al-Baqarah ayat 174
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ
ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلاَّ النَّارَ
وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab
dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak
memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan
berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi
mereka siksa yang amat pedih.”
Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang diturunkan Allah berupa Alkitab yakni yang memuat
ciri-ciri Nabi Muhammad saw. dan yang dituju oleh ayat ini ialah orang-orang
Yahudi dan menjualnya dengan harga sedikit atau murah berupa harta dunia yang
mereka dapatkan sebagai penggantinya dari kalangan rakyat bawahan sehingga
mereka tidak mengungkapkannya sebab takut kehilangan hal tersebut. Mereka itu
tidak menelan ke dalam perutnya, kecuali api neraka disebabkan karena ke
sanalah tempat kembali mereka, dan juga Allah tidak akan berbicara dengan
mereka pada hari kiamat disebabkan murka kepada mereka dan juga tidak pula akan
menyucikan mereka dari kotoran dosa-dosa dan bagi mereka siksa yang pedih atau
menyakitkan yaitu api neraka
Al-Baqarah ayat 175
أُو۟لَٰٓئِكَ
ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ وَٱلْعَذَابَ بِٱلْمَغْفِرَةِ ۚ
فَمَآ أَصْبَرَهُمْ عَلَى ٱلنَّارِ
“Mereka
itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan
ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!”
Dalam ayat ini pula Allah memberikan
kabar secara tegas yaitu mereka orang-orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk yang mereka ambil sebagai penggantinya di atas dunia dan siksa dengan
keampunan yang disediakan bagi mereka di akhirat, yakni seandainya mereka tidak
menyembunyikannya. Maka alangkah sabarnya dan beraninya mereka menghadapi api
neraka artinya alangkah sabarnya mereka menanggung api neraka dan ini
mengundang keheranan kaum muslimin terhadap perbuatan-perbuatan mereka yang
menjerumuskan ke dalam neraka tanpa mempedulikannya. Kalau tidak demikian,
kesabaran terhadap apakah yang mereka miliki itu?
Al-Baqarah ayat
176
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ نَزَّلَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ ۗ وَإِنَّ
ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِى ٱلْكِتَٰبِ لَفِى شِقَاقٍۭ بَعِيدٍ
“Yang
demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa
kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al
Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).”
Demikian itu atau kata ذَٰلِكَ bermakna yakni apa-apa yang telah
disebutkan seperti menelan api dan seterusnya disebabkan oleh karena Allah
telah menurunkan Alkitab dengan sebenarnya berkaitan dengan menurunkan, maka
mereka berselisih padanya, mereka beriman pada sebagian dan kafir pada sebagian
dengan jalan menyembunyikannya. Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih
tentang Alkitab yakni orang-orang Yahudi dan ada pula yang mengatakan bahwa
mereka itu adalah orang-orang musyrik, yaitu tentang Alquran, sebagian
mengatakannya sebagai syair, yang lain sihir dan sebagiannya lagi sebagai
tenung berada dalam penyimpangan yang jauh dari kebenaran.
Al-Baqarah ayat
177
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ
وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ
وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ
حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ
وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ
وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ
وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ
وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ
قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan
wajahmu dalam shalat (ke arah timur dan barat) ayat ini turun untuk menolak
anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang menyangka demikian, tetapi orang
yang berbakti itu ada yang membaca 'al-barr' dengan ba baris di atas, artinya
orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab maksudnya kitab-kitab suci dan nabi-nabi serta
memberikan harta atas artinya harta yang dicintainya kepada kaum kerabat atau
famili (anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan) atau
musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau pengemis, (dan pada)
memerdekakan (budak) yakni yang telah dijanjikan akan dibebaskan dengan
membayar sejumlah tebusan, begitu juga para tawanan, (serta mendirikan shalat
dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara tathawwu`
atau sukarela, (orang-orang yang menepati janji bila mereka berjanji) baik
kepada Allah atau kepada manusia, (orang-orang yang sabar) baris di atas
sebagai pujian (dalam kesempitan) yakni kemiskinan yang sangat (penderitaan)
misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni ketika berkecamuknya perang di
jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas (orang-orang yang
benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa) kepada Allah.
Al-Baqarah ayat
178
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى
ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ
بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ فَٱتِّبَاعٌۢ
بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَٰنٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن
رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.”
Hai orang-orang beriman, diwajibkan
atas kamu kisas yaitu pembalasan yang setimpal yang berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh baik tentang sifat maupun perbuatan (orang merdeka)
dibunuh (oleh orang merdeka) maka tidak boleh oleh hamba (hamba oleh hamba dan
wanita oleh wanita). Sunah menyatakan bahwa laki-laki boleh dibunuh oleh wanita
dan dalam agama dipandang seimbang atau sebanding, tetapi tidak boleh seorang
Islam walaupun ia seorang hamba dibunuh oleh seorang kafir walaupun ia seorang
merdeka.
Barang siapa yang mendapat kemaafan فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ maksudnya di antara
pembunuh-pembunuh itu (berkenaan dengan) darah (saudaranya) yang dibunuh
(berupa sesuatu) misalnya dengan ditiadakannya kisas yang menyebabkan gugurnya
sebagian hukuman oleh sebagian ahli waris. Dengan disebutkannya 'saudaranya',
membangkitkan rasa santun yang mendorong seseorang untuk memaafkan dan menjadi
pernyataan bahwa pembunuhan itu tidaklah mengakibatkan putusnya persaudaraan
dalam agama dan keimanan. 'Man' yang merupakan syarthiyah atau isim maushul
menjadi mubtada, sedangkan khabarnya ialah, (maka hendaklah
mengikuti) artinya orang yang memaafkan itu terhadap pembunuh hendaklah m
engikuti (dengan cara yang baik) misalnya memintanya supaya membayar diat atau
denda dengan baik-baik dan tidak kasar. Pengaturan 'mengikuti' terhadap
'memaafkan' menunjukkan bahwa yang wajib ialah salah satu di antara keduanya
dan ini merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii, sedangkan menurut
pendapatnya yang kedua yang wajib itu ialah kisas, sedangkan diat menjadi
penggantinya. Sekiranya seseorang memaafkan dan tidak menyebutkan diat, maka
bebaslah dari segala kewajiban (dan) hendaklah si pembunuh (membayar) diat
(kepadanya) yaitu kepada yang memaafkan tadi, yakni ahli waris (dengan cara yang
baik pula) artinya tanpa melalaikan dan mengurangi pembayarannya. ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
maksudnya diperbolehkan mengganti hukum kisas dan kemaafan dengan diat, hal ini
adalah (suatu keringanan) atau kemudahan (dari Tuhanmu) terhadapmu (suatu
rahmat) kepadamu berupa kelapangan dan tidak dipastikan-Nya salah satu di
antara keduanya, seperti diwajibkan-Nya kisas atas orang-orang Yahudi dan diat
atas orang-orang Kristen. (Dan barang siapa yang melanggar batas) misalnya
dianiayanya si pembunuh dengan membunuhnya pula (sesudah itu) maksudnya setelah
memaafkan, (maka baginya siksa yang pedih) atau menyakitkan, yaitu di akhirat
dengan api neraka, atau di dunia dengan dibunuh pula.
Al-Baqarah ayat 179
وَلَكُمْ
فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Dan bagimu dalam kisas itu terdapat
kehidupan artinya terjaminnya kelangsungan hidup manusia hai orang-orang yang
berakal karena jika seseorang yang akan membunuh itu mengetahui bahwa ia akan
dibunuh pula, maka ia akan merasa takut lalu mengurungkan rencananya sehingga
berarti ia telah memelihara nyawanya dan nyawa orang yang akan dibunuhnya tadi.
Disyariatkan oleh Allah Taala (supaya kamu bertakwa) artinya menjaga dirimu
dari membunuh, agar terhindar dari kisas.
Al-Baqarah ayat 180
كُتِبَ
عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا ٱلْوَصِيَّةُ
لِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa.”
Allah memberi isyarat kepada kita
dengan kata كُتِبَ yang berarti diwajibkan atas kamu, apabila
salah seorang di antara kamu didatangi maut maksudnya tanda-tandanya lalu jika
ia meninggalkan kebaikan yakni harta yang banyak, (berwasiat) baris di depan
sebagai naibul fa`il dari kutiba, dan tempat berkaitnya 'idzaa' jika merupakan
zharfiyah dan menunjukkan hukumnya jika ia syartiyah dan sebagai jawaban pula
dari 'in', artinya hendaklah ia berwasiat (untuk ibu bapak dan kaum kerabat
secara baik-baik) artinya dengan adil dan tidak lebih dari sepertiga harta dan
jangan mengutamakan orang kaya (merupakan kewajiban) mashdar yang memperkuat isi kalimat yang sebelumnya bagi
orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Ayat ini telah dihapus dan diganti
dengan ayat tentang waris dan dengan hadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar