Minggu, 14 Januari 2018

Makalah Tafsir Maudhu' Akidah Surat Al-Baqarah ayat 168-180

Al-Baqarah ayat 168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ             
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalam ayat diatas ada dua kata perintah untuk orang-orang yakni kata pertama كُلُواْ yang artinya makanlah dan kata kedua yaitu وَلاَ تَتَّبِعُواْ yang artinya janganlah engkau ikuti. Dalam penjelasan tafsir Jalalain ayat ini turun tentang orang-orang yang mengharamkan sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan, halal disini diartikan menjadi 'hal' (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti enak atau lezat. Dan setelah perintah itu turun, maka penjelasan setelahnya diterangkan bahwa (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan (setan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.”
Sedangkan dalam penjelasan oleh M. Quraish Shihab dalam kitabnya dikatakan bahwa Wahai manusia, makanlah apa yang Kami ciptakan di bumi dari segala yang halal yang tidak Kami haramkan dan yang baik-baik yang disukai manusia. Janganlah mengikuti jejak langkah setan yang merayu kalian agar memakan yang haram atau menghalalkan yang haram. Kalian sesungguhnya telah mengetahui permusuhan dan kejahatan-kejahatan setan. Maka dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir di jelaskan bahwa ayat ini terkandung makna yang menanamkan antipati terhadap setan dan sikap waspada terhadapnya.
Al-Baqarah ayat 169
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
 Dalam ayat ini ada kita ambil salah satu kata yaitu يَأْمُر yang bermakna perintah. Perintah disini ditujukan oleh setan kepada manusia untuk menyuruh kepada hal-hal yang jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang manusia tidak ketahui. Dalam penafsiran Ibnu Katsir ayat ini memperjelas bahwa sesungguhnya setan adalah musuh bagi manusia, karena setan hanya memerintahkan manusia kepada perbuatan-perbuatan yang jahat dan perbuatan-perbuatan yang berdosa besar, seperti zina dan lainnya. Dan yang paling parah diantaranya adalah mengatakan kepada Allah hal-hal yang tanpa didasari pengetahuan, dan termasuk kedalam golongan terakhir ini yaitu kafir.
Dalam kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa (Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat dosa) yakni dosa (dan yang keji) yakni yang buruk menurut syariat (dan agar kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui) misalnya mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah dan selainnya.
Ayat ini juga bersangkutan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 168, yang dimana ayat sebelumnya juga menjelaskan tentang sifat-sifat manusia yang mengharamkan makanan atau daging yang halal menjadi haram yang sama seperti sifat-sifat setan dalam ayat ini.

Al-Baqarah ayat 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?.”
Dalam ayat ini ada kata perintah اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ  yang artinya ikutilah apa yang telah diturunkan Allah. Dengan kata lain apakah mereka tetap akan mengikuti jejak nenek moyang mereka, sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti apapun dan tidak pula mendapat hidayah. Adapun ayata ini menceritakan tentang orang-orang yahudi yang diajak oleh Rasulullah untuk memeluk Islam. Tapi apakah mereka menyembah Allah dan memeluk agama Islam, mereka menjawab bahwa mereka hanya mau mengikuti apa yang mereka dapati dari nenek moyang mereka melakukannya.

Al-Baqarah ayat 171
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لاَ يَسْمَعُ إِلاَّ دُعَاء وَنِدَاء صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”
Dengan diturunkan ayat ini, Allah mengabarkan kepada orang-orang yang menyeru dalam kedazaliman, kesesatan, kebodohan dan lain sebagainya. Mereka diibaratkan sama seperti hewan gembalaan yang tidak dapat memahami apa yang diserukan kepada mereka. Dengan kata lain mereka hanya memahami apa yang mereka katakan tanpa memahami maksudnya. Karena mereka hanyalah orang-orang yang tuli, bisu, dan buta dan mereka tidak mengerti.
Penjelasan ayat diatas adalah Allah memberikan perumpamaan sifat (orang-orang kafir) serta orang yang mengajak mereka kepada petunjuk yaitu seperti orang yang memanggil binatang, berteriak memanggil dengan katalain memanggil yang tidak dapat didengarnya selain berupa panggilan dan seruan saja artinya suara yang tidak diketahui dan dimengerti maknanya. Maksudnya dalam menerima nasihat dan tidak memikirkannya, mereka itu adalah seperti hewan yang mendengar suara penggembalanya tetapi tidak paham akan maksudnya. Maka dari itu mereka  termasuk orang-orang tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti akan nasihat.

Al-Baqarah ayat 172
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Ayat ini memberikan keterangan kepada kita yaitu kaum mukmin dintaranya untuk memakan makanan yang halan dan memakan makanan yang telah Allah urunkan keapada kita, yaitu rezeki yang baik yang telah diberikan-Nya kepada kita. Dan setelah itu kita diwajibkan untuk selalu bersyukur kepada Allah atas hal tersebut, jika kita memang benar-benar orang-orang yang yang mengakui sebagai hamba-Nya.
Ayat ini menerangkan kepada kita semua akan apa-apa yang harus kita makan. Dengan adanya kata يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ yaitu hai orang-orang yang beriman! Dengan kata lain Allah memberi isyarat kepada kita yaitu orang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka pernyataan ini yaitu makanlah di antara makanan yang baik-baik maksudnya yang halal, yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah atas makanan yang dihalalkan itu jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya menyembah.
Dengan demikian, karena dari rezeki yang halal merupakan penyebab diterimanya amal dan terkabulnya doa dan ibadah, sedangkan makan dari rezeki yang haram merupakan penyebab penghalang dan penghambat terkabulnya doa dan ibadah.

Al-Baqarah ayat 173
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ
 رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah Allah memberi kabar tentang makanan dan minuman yang telah diturunkan oleh Allah dan memberikan kabar dengan sesuatu yang halal untuk dapat dimakan secara baik dan benar. Maka Allah menurunkan ayat setelahnya dengan maksud memberikan kabar akan beberapa makanan yang Allah haramkan kepada kita (kaum muslim), yaitu bangkai. Dengan maksud bangkai hewan yang telah menemui ajalnya tanpa melalui proses penyembelihan, baik karena tercekik maupun tertusuk, jatuh atau tertanduk hewan lain, ataupun dimangsa oleh binatang buas.
Ayat diatas sangat berkesinambungan dengan ayat sebelumnya  yaitu dengan ayat 172 yang menjelaskan tentang makanan yang haram dan halal bagi kaum mukmin. Maka Allah memberikan kabar kembali dengan lebih menegaskan ayat sebelumnya yaitu sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai. Maksudnya memakannya karena konteks pembicaraan mengenai hal itu, maka demikian pula halnya yang sesudahnya. Bangkai ialah hewan yang tidak disembelih menurut syariat. Termasuk dalam hal ini hewan-hewan hidup yang disebutkan dalam hadis, kecuali ikan dan belalang (darah) maksudnya yang mengalir sebagaimana kita dapati pada binatang-binatang ternak, (daging babi) disebutkan daging, karena merupakan maksud utama, sedangkan yang lain mengikutinya dan binatang yang ketika menyembelihnya disebut nama selain Allah artinya binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain asma Allah.
وَمَا أُهِلَّ dari 'ihlaal' ialah mengeraskan suara yang biasa mereka lakukan ketika menyembelih kurban buat tuhan-tuhan mereka. Namun, apabila barang siapa berada dalam keadaan terpaksa artinya keadaan memaksanya untuk memakan salah satu yang diharamkan ini lalu ia memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya tidak keluar dari golongan kaum muslimin dan ia tidak menjadi seorang yang melampaui batas yaitu melakukan pelanggaran terhadap mereka dengan menyamun mereka dalam perjalanan maka tidaklah berdosa memakannya.
Maka Allah menutup ayat ini dengan kebesarannya yang Ia punya yaitu dengan إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ yang artinya sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap wali-wali-Nya lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang taat sehingga mereka diberi-Nya kemudahan dalam hal itu. Adapun menurut Imam Syafii, mereka yang tidak dibolehkan memakan sedikit pun dari kemurahan yang telah Allah perkenankan itu ialah setiap orang yang melakukan maksiat dalam perjalanannya, seperti budak yang melarikan diri dari tuannya dan orang yang memungut cukai tidak legal selama mereka belum bertobat.
Al-Baqarah ayat 174
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلاَّ النَّارَ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.”
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah berupa Alkitab yakni yang memuat ciri-ciri Nabi Muhammad saw. dan yang dituju oleh ayat ini ialah orang-orang Yahudi dan menjualnya dengan harga sedikit atau murah berupa harta dunia yang mereka dapatkan sebagai penggantinya dari kalangan rakyat bawahan sehingga mereka tidak mengungkapkannya sebab takut kehilangan hal tersebut. Mereka itu tidak menelan ke dalam perutnya, kecuali api neraka disebabkan karena ke sanalah tempat kembali mereka, dan juga Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada hari kiamat disebabkan murka kepada mereka dan juga tidak pula akan menyucikan mereka dari kotoran dosa-dosa dan bagi mereka siksa yang pedih atau menyakitkan yaitu api neraka
Al-Baqarah ayat 175
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ وَٱلْعَذَابَ بِٱلْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَآ أَصْبَرَهُمْ عَلَى ٱلنَّارِ
“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!”
Dalam ayat ini pula Allah memberikan kabar secara tegas yaitu mereka orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk yang mereka ambil sebagai penggantinya di atas dunia dan siksa dengan keampunan yang disediakan bagi mereka di akhirat, yakni seandainya mereka tidak menyembunyikannya. Maka alangkah sabarnya dan beraninya mereka menghadapi api neraka artinya alangkah sabarnya mereka menanggung api neraka dan ini mengundang keheranan kaum muslimin terhadap perbuatan-perbuatan mereka yang menjerumuskan ke dalam neraka tanpa mempedulikannya. Kalau tidak demikian, kesabaran terhadap apakah yang mereka miliki itu?

Al-Baqarah ayat 176
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ نَزَّلَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِى ٱلْكِتَٰبِ لَفِى شِقَاقٍۭ بَعِيدٍ
“Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).”
Demikian itu atau kata ذَٰلِكَ bermakna yakni apa-apa yang telah disebutkan seperti menelan api dan seterusnya disebabkan oleh karena Allah telah menurunkan Alkitab dengan sebenarnya berkaitan dengan menurunkan, maka mereka berselisih padanya, mereka beriman pada sebagian dan kafir pada sebagian dengan jalan menyembunyikannya. Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang Alkitab yakni orang-orang Yahudi dan ada pula yang mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang musyrik, yaitu tentang Alquran, sebagian mengatakannya sebagai syair, yang lain sihir dan sebagiannya lagi sebagai tenung berada dalam penyimpangan yang jauh dari kebenaran.

Al-Baqarah ayat 177
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu dalam shalat (ke arah timur dan barat) ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang menyangka demikian, tetapi orang yang berbakti itu ada yang membaca 'al-barr' dengan ba baris di atas, artinya orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab maksudnya kitab-kitab suci dan nabi-nabi serta memberikan harta atas artinya harta yang dicintainya kepada kaum kerabat atau famili (anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan) atau musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau pengemis, (dan pada) memerdekakan (budak) yakni yang telah dijanjikan akan dibebaskan dengan membayar sejumlah tebusan, begitu juga para tawanan, (serta mendirikan shalat dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara tathawwu` atau sukarela, (orang-orang yang menepati janji bila mereka berjanji) baik kepada Allah atau kepada manusia, (orang-orang yang sabar) baris di atas sebagai pujian (dalam kesempitan) yakni kemiskinan yang sangat (penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni ketika berkecamuknya perang di jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas (orang-orang yang benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa) kepada Allah.
Al-Baqarah ayat 178
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ فَٱتِّبَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَٰنٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu kisas yaitu pembalasan yang setimpal yang berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh baik tentang sifat maupun perbuatan (orang merdeka) dibunuh (oleh orang merdeka) maka tidak boleh oleh hamba (hamba oleh hamba dan wanita oleh wanita). Sunah menyatakan bahwa laki-laki boleh dibunuh oleh wanita dan dalam agama dipandang seimbang atau sebanding, tetapi tidak boleh seorang Islam walaupun ia seorang hamba dibunuh oleh seorang kafir walaupun ia seorang merdeka.
Barang siapa yang mendapat kemaafan فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ maksudnya di antara pembunuh-pembunuh itu (berkenaan dengan) darah (saudaranya) yang dibunuh (berupa sesuatu) misalnya dengan ditiadakannya kisas yang menyebabkan gugurnya sebagian hukuman oleh sebagian ahli waris. Dengan disebutkannya 'saudaranya', membangkitkan rasa santun yang mendorong seseorang untuk memaafkan dan menjadi pernyataan bahwa pembunuhan itu tidaklah mengakibatkan putusnya persaudaraan dalam agama dan keimanan. 'Man' yang merupakan syarthiyah atau isim maushul menjadi mubtada, sedangkan khabarnya ialah, (maka hendaklah mengikuti) artinya orang yang memaafkan itu terhadap pembunuh hendaklah m engikuti (dengan cara yang baik) misalnya memintanya supaya membayar diat atau denda dengan baik-baik dan tidak kasar. Pengaturan 'mengikuti' terhadap 'memaafkan' menunjukkan bahwa yang wajib ialah salah satu di antara keduanya dan ini merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii, sedangkan menurut pendapatnya yang kedua yang wajib itu ialah kisas, sedangkan diat menjadi penggantinya. Sekiranya seseorang memaafkan dan tidak menyebutkan diat, maka bebaslah dari segala kewajiban (dan) hendaklah si pembunuh (membayar) diat (kepadanya) yaitu kepada yang memaafkan tadi, yakni ahli waris (dengan cara yang baik pula) artinya tanpa melalaikan dan mengurangi pembayarannya. ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ maksudnya diperbolehkan mengganti hukum kisas dan kemaafan dengan diat, hal ini adalah (suatu keringanan) atau kemudahan (dari Tuhanmu) terhadapmu (suatu rahmat) kepadamu berupa kelapangan dan tidak dipastikan-Nya salah satu di antara keduanya, seperti diwajibkan-Nya kisas atas orang-orang Yahudi dan diat atas orang-orang Kristen. (Dan barang siapa yang melanggar batas) misalnya dianiayanya si pembunuh dengan membunuhnya pula (sesudah itu) maksudnya setelah memaafkan, (maka baginya siksa yang pedih) atau menyakitkan, yaitu di akhirat dengan api neraka, atau di dunia dengan dibunuh pula.
Al-Baqarah ayat 179
وَلَكُمْ فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Dan bagimu dalam kisas itu terdapat kehidupan artinya terjaminnya kelangsungan hidup manusia hai orang-orang yang berakal karena jika seseorang yang akan membunuh itu mengetahui bahwa ia akan dibunuh pula, maka ia akan merasa takut lalu mengurungkan rencananya sehingga berarti ia telah memelihara nyawanya dan nyawa orang yang akan dibunuhnya tadi. Disyariatkan oleh Allah Taala (supaya kamu bertakwa) artinya menjaga dirimu dari membunuh, agar terhindar dari kisas.
Al-Baqarah ayat 180
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا ٱلْوَصِيَّةُ لِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.”
Allah memberi isyarat kepada kita dengan kata كُتِبَ  yang berarti diwajibkan atas kamu, apabila salah seorang di antara kamu didatangi maut maksudnya tanda-tandanya lalu jika ia meninggalkan kebaikan yakni harta yang banyak, (berwasiat) baris di depan sebagai naibul fa`il dari kutiba, dan tempat berkaitnya 'idzaa' jika merupakan zharfiyah dan menunjukkan hukumnya jika ia syartiyah dan sebagai jawaban pula dari 'in', artinya hendaklah ia berwasiat (untuk ibu bapak dan kaum kerabat secara baik-baik) artinya dengan adil dan tidak lebih dari sepertiga harta dan jangan mengutamakan orang kaya (merupakan kewajiban) mashdar yang memperkuat isi kalimat yang sebelumnya bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Ayat ini telah dihapus dan diganti dengan ayat tentang waris dan dengan hadis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

*Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*

 *Mengenal Lebih Dekat Dunia Jurnalistik, Pesantren Modern Primago Menggelar Pelatihan Jurnalistik Bersama Pimpinan Redaksi Gontornews.com.*...